Clixsense

Senin, 09 November 2015

Sejarah Asal Usul Nama Indonesia





Kata orang apalah arti nama. Ya, apa artinya nama? Apakh pada akhirnya nama memang sesuatu yang benar-benar ‘unik’, yang dapat membedakan ‘kita’ dengan ‘yang lain’? Nah, kalau sama terus kenapa? Dan kalau beda, memang mau apa?
Pertanyaan itu mungkin bisa kita renungkan bersama. Walaupun perkara ‘nama’ ini kelihatannya sederhana tetapi sebenarnya ada “politik identitas” yang termuat di dalamnnya loh… Aduh, hari gini masih ngomong politik? Enggak banget ya?! Eits, tenang… Politik identitas ini punya definisi yang beda dari politik kekuasan. Nah, sebelum kita masuk ke “politik identitas” itu kita pelajari dulu yuk asal-usul nama Indonesia…
Sebelum kedatangan bangsa Eropa
PADA zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai atau Kepulauan Laut Selatan. Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini DwipantaraKepulauan Tanah Seberang, nama yang diturunkan dari kata Sansekerta,dwipa, yang berarti pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Ramayang diculik Ravana, sampai ke SuwarnadwipaPulau Emas, yaitu Sumatra (sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-JawiKepulauan Jawa. Nama Latin untuk kemenyan adalahbenzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.
Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab, bahkan bagi orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Para pedagang di Pasar Seng, Mekkah menyebut, “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi” atau “Sumatra, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa”.
Masa kedatangan Bangsa Eropa
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia . Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan jika Asia hanya terdiri dari Arab, Persia , India , dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”, sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies , Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais).
Ketika tanah ini dijajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie atau Hindia Belanda, sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah Hindia Timur atau To-Indo.
Berbagai Usulan Nama
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan namayang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung , Insulinde mungkin hanya dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kata-kata ini sendiri termuat dalam Sumpah Palapa yang dikumandangkan Gajah Mada, ”Lamun huwus kalah Nuswantara, isun amukti palapa”“jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”. Oleh Dr. Setiabudi katanusantara zaman Majapahit tersebut diberi pengertian yang nasionalistis.
Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern. Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah Nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Lalu dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul?
Nama Indonesia
Tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, a distinctive name, sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, nesos, dalam bahasa Yunani berarti Pulau. Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis, “… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.”

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan,“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.” Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan bukuIndonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Putra pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan namaIndonesische Pers-bureau.
Masa Kebangkitan Nasional: Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Dalam satu tulisannya Bung Hatta menegaskan, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut Hindia Belanda. Juga tidak Hindia saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.“
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah namun masukkanya Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 membuat Hindia Belanda ‘lenyap’ dan pada akhirnya tergantikan dengan Republik Indonesia.

REFORMASI


REFORMASI
A.  Sejarah Reformasi
Pemerintahan Soeharto akhirnya jatuh Mei 1998 sehingga Indonesia memasuki tonggak sejarah baru, yaitu orde reformasi. Kejatuhan rezim Soeharto diawali krisis moneter sejak Juli 1997. Mata uang rupiah dan negara-negara Asia Tenggara terpukul. Pada tanggal 1 Agustus 1977 nilai rupiah turun dari Rp 2.575 menjadi Rp 2.603 per dolar AS. Kemudian, 1 Desember 1997 menjadi Rp 5.000 per dolar AS. Pada Maret 1998 terpuruk hingga Rp 16.000 per dolar AS. Krisis moneter tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%, bisnis lesu dan 16 bank dilikuidasi.
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang ke-6 akhirnya kandas, padahal Soeharto mencanangkan tahapan “tinggal landas”, dari negara agraris menuju negara industri kandas pada tahun 1994-1999. Peristiwa yang mempercepat jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan muculnya reformasi adalah presiden Soeharto menghadiri KTT G-15 di Kairo padahal kondisi dalam negeri sedang krisis.
Empat mahasiswa Trisakti pada tanggal 13 Mei 1998 menjadi korban aparat, kemudian dianugerahi sebagai Pahlawan Reformasi. Mahasiswa yang gugur dalam peristiwa Trisakti pada tahun 1998 tersebut adalahElang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hadifin Royan, Hendriawan Sie. Gerakan reformasi yang dimoroti unjuk rasa mahasiswa berhasil memaksa Presiden Soeharto yang tercatat sebagai presiden terlama selama lebih 30 tahun akhirnya turun dari jabatannya. Soeharto terpilih untuk ketujuh kalinya pada Sidang Umum MPR maka ia menjadi presiden tersingkat di dunia yaitu 3 bulan dari Maret hingga Mei 1998. Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa, yaitu:
1.                   Adili Soeharto dan kroninya
2.                   Amandemen UUD 1945
3.                   Penghapusan dwifungsi ABRI
4.                   Otonomi daerah yang seluas-luasnya
5.                   Supremasi hukum
6.                   Pemerintahan yang beabs dari KKN (koeupsi, kolusi, nepotisme)
Gerakan reformasi pun menuntut pembaharuan lima paket UU politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, antara lain UU NO.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
Sebelum Presiden Soeharto menyatakan berhenti pada 21 Mei, ada peristiwa pembentukan Komite Reformasi pada 19 Mei 1998 yang diprakarsai Presiden Soeharto sebagai hasil rembugan dengan 10 orang tokoh bangsa di Istana Negara. Sepuluh tokoh yang dianggap sebagai tokoh nasional dan diajak Soeharto berunding antara lain : (1) HM. Cholil Badawi (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), (2) KH. Ali Yafie (MUI), (3) Malik Fadjar (4) Soetrisno Muhdam (Muhammadiyah), (5) Abdurahman Wahid, (6) KH. Ma’ruf Amin (NU), (7) KH. Abdurahman Nawi (Ulama Betawi), (8) Nurcholish Madjid, (9) Emha Ainun Nadjib (Cendekiawan Muslim, dan (10) Yusril Ihza Mahendra (Ahli Hukum Tata Negara). Didampingi sepuluh tokoh ini Presiden Soeharto mengumumkan terbentuknya Komite Reformasi yang disebut Soeharto sebagai memenuhi tuntutan reformasi yang telah digelorakan seluruh elemen rakyat Indonesia. Namun, publik tetap menolaknya.


Tampilnya B.J. Habibie sebagai presiden RI menggantikan Soeharto adalah konstitusional, dasar hukumnya adalah UUD 1945 pasal 8. Meskipun Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama masa reformasi yang diikuti oleh 48 partai politik. Pemerintahan B.J. Habibie berupaya memenuhi tuntutan reformasi dengan membentuk kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Provinsi Timor Timur lepas dari NKRI melalui referendum 30 Agustus 1999. Akhirnya, laporan pertangungjawaban Presdien B.J. Habibie ditolak karena masalah Timor Timur tersebut.
Tampilnya Abdurrahman Wahid sebagai Presdien RI menggantikan B.J. Habibie tahun 1999 diajukan oleh “Poros Tengah” yang merupakan aliansi partai-partai Islam seperti PPP, PAN, PKB.
Kabinet yang berhasil dibentuk oleh presiden Abudrrahman Wahiddisebut Persatuan Nasional. Ketika Abdurrahman Wahid menjabat presdien Indonesia, ada beberapa kebijakannya yang utama, yaitu: mendorong pluralisme dan keterbukaan, memperbolehkan Partai Komunis hidup kembali, memutuskan Irian Jaya dinamakan Papua kembali, mengizinkan umat Cina Konfusius untuk merayakan perayaan secara terbuka. Faktor yang memengaruhi dipercepatnya Sidang Istimewa pada tahun 2001 dengan agenda memberhentikan Presiden Abdurrahman Wahid adalah dekrit pembubaran legislatif.
Stabilitas politik mulai terjaga para era Megawati karena Megawati tidak seperti Gus Dur berani tidak popular dengan mengambil kebijakan yang kontroversial. Namun, prestasi Megawati yang dapat kita nikmati sampai sekarang, yaitu lahirnya lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)dibentuk pada tahun 2003. Kemudian, bandul reformasi berlanjut dengan pemilihan presiden langsung . Presiden SBY yang menjabat sejak 2004 dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia. Kemudian, SBYmembentuk Kabinet Indonesia Bersatu.

B.  Peristiwa Reformasi
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakartanamun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Dan penurunan jabatan Presiden Soeharto
Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama milik warga Indonesia keturunanTionghoa[1]. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunanTionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut[2][3]. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunanTionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht diJerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.
Kronologis Peristiwa Reformasi/Berakhirnya Masa Jabatan Soeharto
1.      22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
2.      12 Februari 1998
Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.
3.      5 Maret 1998
20 Mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda Reformasi Nasional. Mereka diterima oleh fraksi ABRI.
4.      10 Maret 1998
Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden
5.      14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan cabinet baru yang dibamai dengan Kabinet Pembangunan VII.Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana terpilih sebagai menteri.
6.      1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
7.       2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
8.      4 Mei 1998
Harga BBM meroket 71%, disusul 3 hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal.
9.      7 Mei 1998
Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya,Cimanggis yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
10.  8 Mei 1998
 Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.
11.  9 Mei 1998
Soeharto Berangkat seminggu ke Mesir  untuk menghadiri pertemuanKTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12.  12 Mei 1998
 Tragedi Trisakti, 4 Mahasiswa Trisakti terbunuh.
13.  13Mei1998
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
14.  14 Mei 1998
Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
15.  18 Mei 1998
Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun dari jabatannya sebagai presiden. Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar hokum. Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi". Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ, Forum Kota, UI dan HMI MPO memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPRMahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR.
16.  19 Mei 1998
Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya. Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Dilaporkan Bentrokan terjadi dalam  demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
17.  20 Mei 1998
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas. 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baruSebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita, milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.
18.  21 Mei 1998
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada hari Kamis 21 Mei 1998 pukul 9.00 WIB di Istana MerdekaWakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia. Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden. Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
19.  22Mei1998
Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi". Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.  Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan
Atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas AtmaJaya.
C.  Faktor Penyebab Reformasi
Banyak hal yang mendorong terjadinya peristiwa reformasi,yaitu terjadinya berbagai macam krisis. Terutama ketidakadilan dalam bidang politik,ekonomi dan hokum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasiladan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan,muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945,banyak dilakukan pada pemerintahan masa orde baru.

1.    Krisis Politik
Permasalahan politik muncul karena demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya, sehingga terdapat kesan bahwa kedaulatan berada di tangan pihak/kelompok tertentu bahkan lebih banyak dipegang oleh kelompok penguasa. Segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila,namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan penguasanya (Soeharto). Padahal dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara hokum kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat, namun faktanya angora MPR sudah diatur dan di rekayasa,sehingga sebagian besar anggota MPR diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan ini mendorong munculnya rasa tidak percaya dari masyarakat terhadap wakil-wakil mereka tersebut (MPR & DPR). Ketidakpercayaan tersebutlah yang mendorong munculnya gerakan reformasi. Selain itu,pada masa orde baru pemerintah juga tidak berhasil membangun kehidupan politik yang terbuka ,demokratis,jujur dan adil. Pemerintah bersikap tertutup.otoriter dan personal. Masyarakat yang memnerikan kritik terhadap pemerintah akan dianggap anti pemerintah,menghina kepala Negara,dan anti pancasila. Akibatnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak terwujud. Golkar yang menjadi partai besar pada masa itu doperalat oleh pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa.
Kehidupan politik pada masa orde baru memang bersifat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis,dimana cirri-ciri kehidupan politik yang represif diantaranya adalah :
a.       Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
b.       Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa
c.       Terjadinya KKN yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
d.      Pelaksanaan dwi fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga Negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintah
e.       Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Mekipun Soeharto terpilih menjadi presiden melalui sidang Umum MPR namun pemilihan tersebut merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Gerakan reformasi menuntut terjadinya perombakan/reformasi total disegala bidang termasuk keanggotaan MPR,DPR yang menurut masyarakat sarat dengan unsure KKN. Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan,yaitu diantaranya :
a.    UU No 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
b.    UU No 2 Tahun 1985 tentang Susunan,Kedudukan,Tugas,dan Wewenang DPR/MPR
c.    UU No 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
d.    UU No 5 Tahun 1985 tentang Referendum
e.    UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa
Kondisi dan situasi politik di Indonesia semakin memburuk setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia. Krisis politik sebagai salah satu factor pendorong reformasi bukan hanya menyangkut masalah internal PDI saja namun masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat maupun pemerintah Indonesia. Pada masa itu sikap pemerintah akan sangat keras terhadap siapapun yang berani memberikan kritik maupun menentang terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu masyarakat juga menuntut adanya pembatasan masa jabatan presiden.

2.     Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya,kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.
Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakanbahwa”kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)”. Dengan adanya ketidakadilan-ketidakadilan di bidang hokum tersebut mendorong masyarakat untuk menuntut adanya reformasi. Mahasiswa sebagai salah satu motor penggerak adanya reformasi juga melakukan tuntutan dalam bidang hokum agar dapat menddudukkan masalah-masalah hokum pada kedudukan atau posisi yang sesunggunya.

3.    Krisis Ekonomi
Dengan adanya krisis yang melanda Negara-negara Asia Tenggara pada bulan Juli 1996 ternyata juga mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Indonesia belum mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukarrupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah maka pertumnbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin lesu. Akibatnya banyak perusahaan ditutup yang berimbas pada naiknya jumlah pengangguran dan naiknya tingkat kemiskinan. Selain itu,daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasikannya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Namun usaha yang dilakukan pemerintah ini tidak memberikan hasil  karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat dikembalikan begitu saja.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:

a.  Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang Negara (hutang swasta), tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 Februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar AS,sedangkan hutang swasta mencapai 73,962 miliar dollar AS. Akibat dari hutang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis.keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan Indonesia yang dianggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
b.  Industrialisasi
               Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai Negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).
c.   Pemerintahan Sentralistik
               Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Pelaksanaan poitik sentralistik ini terlihat dari sebagian besar kekayaan di daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhada[p pemerintah pusat.
               Krisis moneter tidak hanya menimbulakan kesulitan keuangan Negara tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Mamasuki tahun anggaran 1998/1999 krisis moneter yelah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Kondidsi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir 1997 persediaan sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini mengakibatkan harga-harga barang naik secara tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
               Untuk mengatasi kesulitan moneter,pemerintah meminta bantuan IMF. Namun kucuran dana daii IMF yang sangat diharapkan oleh pemerintah belum terrealisasi walaupun pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah ,menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau LOL) dengan IMF. Beban kehidupan masyarakat pun semakin berat ketika pada tanggal 12 Mei 1998 pemerintah mengumumkan kenaikan ongkos angkutan dan BBM. Dengan itu,barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.

4.    Krisis Kepercayaan
Dengan adanya krisis ekonomi.politik dan hokum mengakibatkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat menjadi hilang kepercayaan kepada pemerintah. Dengan adanya berbagai penderitaan ekonomi dan politik yang dialami masyarakat mendorong terjadinya perilaku negative dan anarkhis. Beban yang semakin berat serta tidak adanya kepastian kapan berakhirnya penederitaan yang mereka alami mengakibatkan masyarakat frustasi dan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Ketidakpuasan ini ditunjukkan dengan melakukan demonstrasi besar-besaran yang banyak berakhir pada kerusuhan yang memakan banyak korban di beberapa daerah.
D.  Tujuan Reformasi
1.    Memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 
2.    Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
3.    Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
4.    Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Reformasi sosial bertujuan terwujudkan integrasi bangsa Indonesia.